Ga Ada Yang Instan Brooo

Yang katanya mie instan aja perlu perjuangan untuk menyantapnya apalagi bisnis

Itulah yang pantas aku sampaikan padamu kawan. Ceritanya kawanku waktu itu pengin belajar bisnis dan ikut mbuka usaha kuliner Tomyam Kelapa. Singkat cerita diapun belajar masak tomyam kelapa dan menu pendukungnya. Tak membutuhkan waktu lama untuk hanya bisa masak tomyam kelapa. Aku yakin kamu pun bisa.

Setelah belajar dan bisa, langkah kedua mereka adalah mencari tempat untuk membuka tempat usaha kuliner tomyam kelapa dan dengan bantuan temen, dia nemulah tempat untuk dijadika tempat usaha. Langkah pertama belajar, kedua mencari tempat dan yang ketiga belanja properti seralatan dapur dan alat-alat pendung lainnya dalam mengoperasionalkan usaha tomyam kelapa. Setelah ketiga tahapan terpenuhi akhirnya mereka memulai usaha tersebut.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan dilalui. Suka duka pasti ada. Semua terangkum dalam memori ingatan.

Memasuki bulan ke 2 lebih beberapa minggu, mereka menjumpai kendala yang membuat mereka memutuskan untuk vakum, kendala utamanya adalah pemutusan kontran tempat secara sepihak oleh pengelola. Aku yang merasa “seperjungan” coba mebantu mencarikan solusi (cari tempat pengganti). Langsung lah aku hubungi temen-temenku yang satu daerah dengan cabang tomyam kelapa tersebut. Ada beberapa tempat yang direkomendasikan dan disurvei. Tempat satu ga cocok karena yang disewakan hanya terasnya doang, tempat kedua gagal juga dengan alasan terlalu sempit dan tempat ketiga yang aku rekomendasikan ternyata tidak cocok juga. Padahal tempat yang ketiga ini menurut aku sangat bagus dan harga sewanya juga tidak terlalu mahal.

Usut punya usut semua tempat ga ada yang cocok, dan aku bingung. Lambat laun akhirnya terkuah juga. Ternyata mereka menginginkan rumah makan dengan konsep yang sangat matang, managemen yang matang, suber daya manusia yang siap kerja dan semua terencana. Betul banget itu perlu dan penting semua, fikirku.

Aku pun coba sharing dengannya, memberi masukan. Bisnis kuliner khususnya menu tomyam kelapa itu belum familiar seperti menu-menu pada umumnya misal makanan Susi yang dari Jepang yang sudah lebih awal masuk pasar Indonesia. Jika kamu jual susi dengan konsep tempat yang matang itu oke-oke aja karena orang-orang sudah punya gambaran tentang susi. Tapi berbeda dengan tomyam kelapa ini.

Jika kamu memulai dengan apa adanya seperti yang sekarang ini, ini bisa jadi bahan pelatihan kamu. Misal bagai mana menjaga kualitas masakan, bagaimana melayani dengan cepat saat porsi banyak dan masih banyak lagi buat bahan pelajaran secara langsung di lapangan.

Tambahku lagi, ku ulangi lagi. Yang terpenting pertama produk kita laku dulu, jika produk sudah laku, sudah familiar, sudah banyak pelanggannya lalu langkah kedua kita bentuk team dan siatem yang kuat. Dengan adanya team ini sangat membantu dalam kelangsungan usaha kita. Dan ada satu lagi yang perlu diperhatikan dalam usaha yaitu jika point kepertama dan kedua sudah ok baru deh kita mau pinda tempat orang pasti akan cari. Kita akan buka cabang orang sudah pada tau dengan produk kita.

Itulah saranku tapi mereka keukueh mau menyiapkan semuanya (team dan system) dengan matang sebelum buka nanti. Menurutku ga salah juga cuma jika ekpetasi mereka terlalu tinggi dan tidak sesui dengan apa yang diharapkan, apakah kita sebagai pelaku usaha dan si investor bener-bener sudah siap?

Kalau aku sendiri lebih setuju kita nikmati proses ini sembari meng-awarenesse-kan tomyam kelapa, sambil belajar. Dalan menjalankan usaha ini nanti kita juga akan menemui kekurangan-kekurangan lain, di situ sebagai tempat belajar. Ga menutup kemungkin semua akan berjalan seperti yang kita inginkan.

Wong Kampung Naik KLM Royal Dutch Airlines

Sungguh katro sekali diriku ketika pertama kali naik pesawat KLM Royal Dutch Airlines. Dulu biasanya naik pesawat AirAsia, Tiger Air atau Lion Air tapi kali ini berkesempatan naik pesawat Belanda KLM. Kalau tidak diajak sama Bang Wawan dalam misi belajar masakan khas Thailand di Malaysia, mungkin aku tidak akan pernah naik pesawat KLM tersebut alasannya sederhana, setahu aku pesawat KLM itu mahal padahal harganya tidak jauh beda dengan pesawat komersil lainnya.

Di pintu masuk kami disambut oleh pramukari dan pramugara pakle bule yang sangat ramah. Memang sih Pramugari pesawat KLM kebanyakan ibu-ibu yang sudah relatif tua, sementara pramugara kelihatan lebih muda dan fresh. Pertama masuk kedalam pesawat langsung tercengang melihat besar dan luasnya pesawat tersebut. Dari pintu masuk ke arah kiri untuk kelas bisnis deket dengan pilot, ga kelihatan tempat duduk dan fasilitas di sana.

Kami yang kelas ekonomi di arahkan ke kanan, langsung terlihat kursi penumpang kelas (mungkin) semi bisnis berjejer misal 10A meja 10B lorong 10C meja 10D lorong 10E meja 10F. Di atas meja ada remote tv, majalah, head-free dll. Tempat duduk mereka juga lebih luas dan kaki bisa selonjoran. Ga tau berapa total tempat duduk untuk penumpang kelas semi bisnis ini yang pasti tidak begitu banyak tapi terlihat tempat duduknya sangat nyaman dah fasilitasnya oke banget. Tampak penumpang pesawatnya yang duduk di kelas tersebut kebanyakan orang-orang bule dan orang-orang bermata sipit.

Melewati semacam pembatas kelas penumpang pesawat KLM. Aku bersama rombongan bang Wawan, Pak Ijek dan Pak Edo kedua orang tersebut merupakan konsultan PT. Mandiri Sejahtera Cargo (MSC). Kebetulan dalam pesawat kami duduknya tidak bedekatan atau sejajal melainkan berpencar-pencar. Pak Edo dan Pak Ijek duduk berdekatan di nomer 19 E dan 19 D, bang Wawan ada di tempat duduk nomer 41 B hampir ujung atau di ekor pesawat dan sementara aku di nomer 21C tidak jauh ama Pak Ijek dan Pak Edo. Tapi bang Wawan minta tuker tempat duduk dan aku bisa apa? ya manut saja. 🙂

Setelah memastikan dan menemukan nomer tempat duduk, aku pun menyimpan tas punggu ke bagasi atas. Bagasi pesawat KLM tidak jauh beda dengan pesawat yang pernah aku naikin sebelumnya. Yang beda adalah dari tempat duduk yang lebih nyaman, tempat kaki lebih luas, ada fasilitas tv (bisa digunakan untuk nonton film, mendengarkan musik, membaca buku digital, game). Selain itu tv tersebut pun digunakan untuk menerangkan cara memakai sabuk pengaman, cara menggunakan pelampung dan cara menggunakan alat pernafasan jika terjadi kecelakaan.

Nah sungguh katronya aku pas mau mengoperasikan tv tersebut. Mau tanya kesebelahnya malu karena bahasa Inggrisku terbatas. Mau coba otak-atik sendiri malu salah karena dilihatin, akhirnya sampai di Bandara KLIA Malaysia aku ga memanfaatkan fasilitas tsb. Selain dari kekonyolan itu, sepanjang perjalanan akupun diam, terkadang pura-pura tidur atau malah tertidur. Pas pramugari lewat menawarkan makanan dan minuman sama aku pun ditolah karena takut disuruh bayar kaya pesawat-pesawat yang pernah aku naiki sebelumnya.

Dari pengalaman keberangkatan ke Malaysia menggunakan pesawat KLM dan balik juga menggunakan pesawat yang sama akhirnya aku beranikan diri menggunakan fasilitas yang ada, menerima tawaran minuman, menerima makanan yang diberikan dan membawa balik head-free. Kenapa aku membawa balik head-free? karena aku perhatikan penumpang yang lain juga membawa balik head-free tersebut. :))